17 Agu 2022

HUKUM PENGGEMBALAAN DAN SIASAT GEREJA HKBP

 





HUKUM PENGGEMBALAAN 

DAN 

SIASAT GEREJA HKBP

(BAHASA INDONESIA)












(UNTUK KALANGAN SENDIRI)

PENGANTAR


Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja ini adalah terjemahan langsung dari buku Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon di Huria Kristen Batak Protestan (RPP-HKBP) yang dikeluarkan oleh Kantor Pusat HKBP. Buku ini sengaja dibuat dengan tujuan agar setiap anggota jemaat HKBP, yang tidak dapat atau tidak mengerti bahasa Batak Toba, dapat memahami arti dan makna Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja, sehingga jemaat dapat menjaga kekudusan hidup dan kemurnian imannya kepada Tuhan Yesus Kristus.

Kami menyadari adanya kelemahan di sana-sini dalam buku ini, terutama dalam penerjemahannya, seperti adanya pemilihan kata yang kurang tepat, sehingga terjadi pergeseran arti dan maknanya sebagaimana terdapat dalam RPP HKBP. Untuk itu diharapkan agar pembaca tetap membandingkan terjemahan ini dengan RPP-HKBP sebagai sumber yang paling orisinil.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang  terlibat dalam penerbitan buku ini. Kiranya Tuhan memberkati kita atas segala bantuan yang diberikan, baik pemikiran, kritik, sumbang-saran dan juga pendanaan.

Akhir kata, dengan buku ini, kiranya kita semua dapat mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala (Efesus 4:13-15)

Semoga buku ini bermanfaat dan menjadi berkat bagi kita semua.

Horas!

Jakarta, Medio Pebruari 2008

Pendeta HKBP Ressort Tanah Tinggi


Pdt. Ramlan Hutahaean, MTh

I. PENGERTIAN HUKUM PENGGEMBALAAN DAN SIASAT GEREJA

1. Pendahuluan

Terpujilah Allah yang senantiasa menjaga dan menggembalakan umatNya sejak dahulu kala sampai sekarang. Dia yang memilih dan mengutus anakNya Yesus Kristus, Gembala yang baik (Yohanes10:11). Yesus datang ke dunia sebagai Gembala. Dia mengenal suara domba-dombaNya. Dialah Gembala yang baik. Dia memberikan nyawaNya untuk domba-dombaNya. Dia menjaga kita dari berbagai kuasa yang menyerupai binatang buas yang siap menerkam dan memisahkan kita dari Gembala yang baik itu. Dia menjaga dan melindungi  umatNya, termasuk umatNya yang ada di Indonesia ini, yang berada dalam perjalanan zaman yang semakin maju dengan segala tantangan yang ada di dalamnya. Dialah satu-satunya Gembala yang baik yang mampu mendamaikan, membebaskan dan mempersatukan kita umatNya.

Tuhan Yesus memanggil dan meneguhkan banyak orang menjadi hambaNya untuk menggembalakan umatNya, tetapi di antara mereka ada yang tidak dapat dipercaya. Tuhan Yesus yang adalah pembawa kehidupan yang penuh berkat bagi domba-dombaNya, menolak gembala-gembala yang tidak dapat dipercaya dan yang menyesatkan itu.

Tuhan Yesuslah Pemilik mutlak dari diri kita secara utuh, termasuk segenap harta dan aktifitas kita. Dia tidak membiarkan kita sesat, bila kita tetap setia mendengar, mengenal dan mengikuti firman dan kehendakNya. KesetiaanNya, memberi kita kekuatan dan kemampuan bersaksi dan melawan segala kuasa si jahat yang ada di sekeliling kita dan menghadapi kuasa kegelapan yang ada di dunia ini.

Tuhan Yesus berfirman: Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tanganKu (Yohanes 10:27-28).

Karena itu, Tuhan sendirilah yang menggembalakan, mengingatkan dan menegur kita, kalau kita menyimpang dari firman dan kehendakNya. Dia memberikan hukumNya untuk mengarahkan kita kepada kehidupan yang penuh berkat agar kita hidup dalam kasih.

Orang percaya harus hidup dalam kekudusan, karena Tuhan Allah yang memanggil manusia ke dalam kerajaanNya adalah kudus (Imamat 19:2; Yesaya 6:3; Matius 5:48; 1Petrus 1:15-16). Karena itu setiap orang percaya harus membuang segala tipu muslihat dan segala kemunafikan, kedengkian dan fitnah (1Petrus 2:1-2).

Sepatutnyalah kita dengan rendah hati menerima penggembalaan dari gereja, karena kita memahami bahwa Tuhan Allah sendirilah yang memampukan kita melalui Firman dan TauratNya untuk layak sebagai orang yang dikasihi dan yang telah dikuduskan oleh darah Kristus dan yang menciptakan kita menjadi manusia baru   (2Korintus 5:17), serta mendewasakan iman kepercayaan kita sehingga tidak bercacat sampai kepada kedatanganNya yang kedua kali (1Tesalonika 5:23).

Karena itu kita harus memahami, bahwa penggembalaan dan hukum siasat gereja adalah “alat” dan “cara” Allah untuk membangun gereja-Nya di dunia ini (Mat. 18:15-18; 1 Kor. 14:26).

2. Pengertian hukum penggembalaan dan siasat gereja

Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja adalah aturan yang harus dilaksanakan untuk menggembalakan Jemaat dan melawan, menangkal dan melarang hal-hal yang bertentangan dengan kekudusan kerajaan Tuhan (gereja). Gereja Tuhan harus kudus. Karena itu gereja harus menegur anggota Jemaat yang berbuat dosa melalui penggembalaan dan siasat gereja agar tidak menjadi batu sandungan bagi Jemaat.

Melalui hukum penggembalaan dan pelaksanaan hukum siasat gereja ini, orang berdosa diarahkan dan dipimpin untuk bertobat dan memperoleh kehidupan (Yehezkiel 33:11; 1 Korintus 5:5).

Jadi tujuan penggembalaan dan siasat gereja adalah untuk membimbing dan membangun kehidupan Jemaat. Karena itu, setiap orang yang melaksanakan hukum penggembalaan dan siasat gereja ini harus berdasarkan kasih, dan jangan seperti seorang hakim, melainkan sebagai gembala yang menjaga kehidupan domba-dombaNya (Yehezkiel 3:20; Matius 16:19).

Karena itu, ada tiga sikap yang harus dipedomani dalam menjalankan dan melaksanakan hukum penggembalaan dan siasat gereja yaitu:

  1. Membimbing anggota Jemaat agar tetap setia dalam kasih Kristus Yesus.

  2. Menjaga agar kehidupan Jemaat tetap murni dan dosa tidak berkembang dalam hidupnya. Melalui penggembalaan dan teguran ini, setiap orang diharapkan merasakannya sebagai suatu teguran dan hukuman Tuhan, yang tidak membiarkan orang berdosa tetap dalam dosanya. 

  3. Memberi peringatan kepada orang yang jatuh dalam dosa, melalui khotbah, nasihat, doa dan bimbingan agar mereka menjauhkan diri dan menjaga diri terhadap segala godaan. 

Pelaksanaan hukum penggembalaan dan siasat gereja akan sia-sia jika pelaksanaan dan penerapannya tidak berdasarkan kasih. Mereka yang kena hukum penggembalaan dan siasat gereja itu jangan dibenci, melainkan mereka harus dibantu dan Diarahkan untuk kembali ke jalan yang benar dalam hidupnya dan dalam persekutuan Jemaat.

3. Pelaksana hukum penggembalaan dan siasat gereja

Yang melaksanakan hukum penggembalaan dan siasat gereja dan yang menindak anggota Jemaat yang menyimpang adalah para Majelis Jemaat yang dipimpin oleh Pendeta atau wakilnya. Namun hal itu bukan berarti bahwa hanya para Majelis Jemaat itu sendiri yang menjalankan tugas dan tanggungjawab tersebut. Tidak.

Pelaksanaan hukum penggembalaan dan siasat gereja adalah tanggung jawab semua warga Jemaat. Semua warga Jemaat berkewajiban menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dalam kehidupan anggota Jemaat. Semua pihak harus turut berpartisipasi aktif mengarahkan kembali orang-orang yang akan dan atau yang sudah menyimpang dari Firman Tuhan. Tetapi dalam pelaksanaannya hal ini sangat sulit. Karena itu, yang menjadi pelaksana teknis dari hukum penggembalaan dan siasat gereja itu cukuplah para Majelis Jemaat. Apa yang telah ditetapkan dalam rapat Majelis, itulah yang menjadi keputusan. Apabila rapat sudah memutuskan penindakan kepada seorang warga Jemaat, mereka juga harus memikirkan cara untuk menasihati yang bersangkutan. Selain itu, harus tetap dibawakan dalam doa.

Dia ditegur agar bebas dari penyimpangan atau dari dosanya agar Dia hidup kembali. Mereka yang bersalah harus menyadari bahwa penindakan itu adalah keputusan seluruh warga Jemaat sesuai dengan perbuatannya dan bukan kesewenang-wenangan Majelis. Anggota Jemaat, akan patuh, takut dan malu, apabila mereka memahami bahwa yang menegur perbuatannya itu adalah semua anggota Jemaat. Tetapi di sisi lain, anggota Majelis hendaknya dengan segala kerendahan hati melaksanakan hukum penggembalaan dan siasat gereja itu dan membawakannya dalam doa, karena kita adalah sama-sama manusia lemah dan mudah jatuh dalam dosa. Hanya karena kasih Tuhan Allah sendirilah yang menyertai kita sehingga kita tidak jatuh ke dalam dosa. 

4. Yang dikenakan hukum penggembalaan dan siasat gereja

Baik Penatua maupun anggota Jemaat biasa, yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan dan melakukan dosa nyata atau pun tersembunyi harus ditegur.

Dosa yang nyata dimaksudkan di sini adalah sebagaimana disebutkan dalam bagian III, IV, V, VI dari buku ini. Tetapi dosa yang tersembunyi susah diketahui dan dikenal. Dosa ini adalah ibarat rayap yang menggerogoti atau karat yang telah mengeras, sehingga orang itu selalu berusaha untuk membela diri atau membenarkan diri atas segala kesalahannya.

Dosa yang tersembunyi ini sangat mengerikan. Karena pelakunya akan berusaha mempertahankan diri dan menuruti hawa nafsunya. Bahkan Dia menganggap hal tersebut sebagai hutang atau sesuatu yang harus dibayar. Orang-orang seperti ini sering bertopengkan kebudayaan atau ekonomi, atau sesuatu kekuatan yang menarik dirinya sehingga jatuh semakin dalam, dan iman serta kerohaniannya semakin hancur. Biarlah Tuhan Allah yang menghakimi mereka yang melakukan dosa yang tersembunyi ini.

5. Hal-hal yang harus diingat dan diperhatikan para pelaksana hukum penggembalaan dan siasat gereja

  1. Harus meluangkan waktu dan pikirannya sebagaimana layaknya seorang gembala yang berusaha membangun, membina dan memperbaiki jiwa dan kerohanian anggota Jemaat yang sesat, dan sekali-kali tidak boleh bertindak seperti hakim. 

  2. Dalam menjalankan hukum penggembalaan dan siasat gereja, Majelis harus lebih dahulu meneliti benar-tidaknya pelanggaran tersebut, melalui percakapan langsung antara anggota Majelis dengan yang bersangkutan. Sebaiknya keputusan jangan diambil hanya dalam satu kali rapat. Dan kalau perlu melalui dua atau tiga kali rapat.

Dalam hal-hal yang sangat sulit untuk dipertimbangkan dan dipecahkan, Majelis sebaiknya lebih dahulu meminta kejelasan dari yang bersangkutan untuk mengetahui masalah dari yang bersangkutan, mengapa sampai dia melakukan hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Penjelasan ini harus langsung dari yang bersangkutan, tidak cukup hanya informasi atau berita dari orang lain.

  1. Pelaksanaan dan penerapan hukum penggembalaan dan siasat gereja tidak boleh diskriminatif atau pilih kasih.

  2. Hukum penggembalaan dan siasat gereja tidak boleh dipergunakan untuk mengucilkan seseorang dari Jemaat karena balas dendam atau karena kebencian terhadap seseorang. Hal ini harus dijaga, terlebih-lebih apabila dalam satu Jemaat terjadi pergolakan atau masalah atau perpecahan.

  3. Pelaksana hukum penggembalaan dan siasat gereja harus berdasarkan kasih.

6. Tata tertib penindakan dan pelaksanaan hukum peng-gembalaan dan siasat gereja

Pelaksanaan dan penindakan terhadap seseorang yang melanggar Firman Tuhan harus hati-hati agar teguran dan penindakan itu tetap pada fungsinya sebagai penggembalaan dan bimbingan agar orang yang bersalah itu menyadari kesalahannya dan bertobat dan memuliakan nama Tuhan.

Walaupun pada dasarnya semua dosa adalah sama, tidak ada dosa yang kecil atau yang besar, namun perlu ada tingkat-tingkat atau pembedaan hukuman (tindakan) sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, agar jiwa penggembalaan dan bimbingan yang ada dalam hukum penggembalaan dan siasat gereja itu tetap nampak dan dirasakan.

Artinya, ada pelanggaran yang sangsinya cukup dengan menasihati yang bersangkutan di depan para Majelis, atau berupa hukuman bersyarat. Dan apabila tidak dapat dihindarkan lagi, yang bersangkutan harus dikeluarkan atau dikucilkan dari persekutuan Jemaat. Dengan demikian, tujuan dan fungsi penggembalaan itu dan jiwa pendidikan yang ada dalam hukum penggembalaan dan siasat gereja itu semakin nyata.

7. Hal-hal yang harus diingat Jemaat terhadap mereka yang kena hukum penggembalaan dan siasat gereja selama dalam penggembalaan

Gereja harus tetap mengadakan penggembalaan kepada anggota yang kena hukum penggembalaan dan siasat gereja, karena Tuhan tidak menghendaki kematian orang berdosa (Yehezkiel 33:11). Jemaat tidak boleh memandang mereka sebagai orang yang hina ataupun sebagai musuh.

Para Pendeta, Guru Jemaat, Penatua, Evangelis, Diakones, Bibelvrow dan semua anggota Jemaat harus tetap mendoakan mereka, karena tujuan pelaksanaan hukum penggembalaan dan siasat gereja adalah untuk membimbing ke jalan yang benar. Dia harus dikunjungi dan dinasihati walaupun mungkin yang bersangkutan masih berkeras hati. Dengan demikian Dia diharapkan dapat sadar, karena merasakan kasih dari para pelayan Jemaat itu. Ingatlah, taklukkanlah kejahatan dengan kebaikan dan kasih.

Seseorang yang kena hukum penggembalaan dan siasat gereja, harus diajak untuk mengikuti persekutuan Jemaat, agar Dia mendengar Firman Allah. Adalah mustahil dia akan kembali, kalau dia tidak mendengar Firman Allah.

Namun, yang bersangkutan harus sadar, bahwa dia sedang dalam penggembalaan. Artinya, dia masih berada di luar Jemaat, dan belum menjadi anggota Jemaat (1 Korintus 5:11; 2 Tesalonika 3:6; Titus 3:10), sehingga dia mengenal kekurangan-kekurangannya dan menyadari bahwa dia belum mempunyai hak yang sama dengan anggota Jemaat lainnya. Selama yang bersangkutan masih dalam status penggembalaan, Jemaat harus berupaya mengarahkan orang tersebut ke jalan yang benar. Hal ini adalah hutang yang harus dibayar oleh Jemaat. Kepada mereka yang dikenakan hukum penggembalaan dan siasat gereja, harus: 

  1. Majelis harus terlebih dahulu memberitahukan pelaksanaan hukum penggembalaan dan siasat gereja tersebut kepada yang bersangkutan.

  2. Bila yang melanggar itu adalah anggota Majelis, hal itu harus diberitahukan kepada Praeses di Distrik itu. 

Keputusan tersebut harus jelas dicantumkan dalam Buku Notulen Rapat Majelis, dan selanjutnya dicantumkan dalam Buku Daftar Anggota Jemaat yang kena hukum penggembalaan dan siasat gereja.

8. Menerima kembali mereka yang kena hukum penggembalaan dan siasat gereja 

Jemaat tetap terbuka menerima kembali mereka yang kena hukum penggembalaan dan siasat gereja dan yang telah bertobat. Dengan demikian maka hutang Jemaat kepada Tuhan Gembala Agung menjadi berkurang. Diyakini bahwa perubahan hati mereka adalah sebagai buah dari doa dan pergumulan Jemaat yang menggerakkan hati mereka.

Mereka yang tobat dan berkeinginan untuk kembali ke Jemaat, harus menemui Majelis Jemaat untuk memberitahukan niatnya. Bila perlu, Majelis dapat membantu menyusun permohonannya secara tertulis untuk disampaikan kepada Rapat Majelis yang dipimpin oleh Pendeta atau wakilnya. Apabila permohonannya dikabulkan oleh Rapat Majelis, hal itu diberitahukan kepada yang bersangkutan agar dapat mempersiapkan diri untuk acara menerima kembali dalam kebaktian Jemaat sesuai dengan liturgi.

Guru Huria dan Pendeta mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan acara tersebut di tengah-tengah Jemaat dan di hadapan Tuhan Yesus Gembala Yang Agung. Saat menerima kembali tersebut adalah saat yang penuh sukacita bagi seluruh Jemaat sebagai pertanda kasih setia Tuhan yang melimpah bagi Jemaat.

Khusus bagi anggota Jemaat yang masih berada dalam penggembalaan, yang berada dalam kondisi sakit kritis (sakit keras), mereka dapat diterima kembali jika dia menyadari kesalahannya dan menyatakan keinginannya untuk kembali ke Jemaat dengan sungguh-sungguh di hadapan Pendeta atau Majelis. Kepadanya dapat diberi pelayanan Perjamuan Kudus. Dan kalau dia meninggal dunia, dia dapat dikuburkan sebagaimana tata cara penguburan anggota Jemaat sesuai dengan liturgi HKBP.

9. Khusus tentang anggota Majelis 

Jika seorang anggota Majelis kena hukum penggembalaan dan siasat gereja dan kemuDian bertobat dan Rapat Majelis menyetujui untuk menerima Dia kembali ke dalam Jemaat, yang bersangkutan dapat kembali sebagai anggota majelis sepanjang hal itu tidak menjadi batu sandungan bagi warga Jemaat.

II. TATA CARA PELAKSANAAN HUKUM PENGGEMBALAAN DAN SIASAT GEREJA 

1. Wujud penggembalaan dan penindakan  

Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kepada para muridNya tentang penggembalaan. Dalam Yohanes 21:17, Tuhan Yesus kepada Petrus untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepadaNya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-dombaKu." Dan dalam Matius 18:15-17, Tuhan Yesus berfirman: "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah Dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada Jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan Jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai."

Dengan Firman tersebut jelaslah, bahwa penggembalaan itu harus dilaksanakan sebelum seseorang itu jatuh ke dalam dosa dan supaya jangan sampai ada orang yang dikucilkan dari Jemaat. Dan Majelis harus hati-hati mengadakan pertimbangan agar tidak terjadi kekeliruan, dalam arti, di mana hukuman yang berat dijatuhkan dan dilaksanakan kepada kesalahan yang kecil atau pun sebaliknya.

Harus diingat juga, bahwa dosa itu beraneka ragam. Ada dosa yang tidak disengaja, ada juga dosa karena terpaksa, atau karena dipengaruhi, atau karena dijebak, tetapi ada dosa yang direncanakan atau disengaja. Dosa itu sangat berpengaruh sangat mendasar kepada kejiwaan, terhadap hubungan dengan masyarakat maupun kepada generasi selanjutnya. Tuhan Yesus memberi kuasa kepada para muridNya untuk mengampuni atau menetapkan dosa seseorang sesuai dengan kesalahan yang diperbuat (Matius 16:19; 18:16; Yohanes 20:23). Namun mereka yang berbuat dosa tetapi bertobat, dapat diterima kembali dengan menyatakan hal itu kepada Jemaat. Tuhan Yesus bersukacita dan mengasihi setiap orang yang mengakui dan menyesali dosa-dosanya.

Sebaliknya: Tuhan Allah sendiri murka kepada setiap orang yang mengeraskan hatinya dan yang tidak mau mengaku dan menyesali dosa-dosanya. Dengan demikian, jelaslah, bahwa Jemaat yang setia melaksanakan hukum penggembalaan dan siasat gereja, berarti Jemaat tersebut mempertahankan kekudusan gereja dan membina dan memperbaiki sikap warga Jemaat dan hal itu dapat menjadi pedoman bagi orang lain yang imannya masih goyah. Selain itu, dengan melaksanakan penggembalaan dan siasat gereja, kekudusan itu semakin nyata dan diakui oleh agama lain. Tetapi kalau dosa dan pelanggaran warga Jemaat dibiarkan tanpa teguran, kekudusan gereja menjadi hilang bagi pandangan agama lain.

Karena itu, hukuman gerejawi adalah penting untuk mendidik dan menyadarkan seseorang akan dosanya serta mengarahkan mereka untuk kembali ke jalan Tuhan. Melalui hukum penggembalaan dan siasat gereja, anggota Jemaat dibimbing untuk menyadari dan mengenal dosa dan kesalahannya, baik yang tersembunyi ataupun yang sudah merupakan kebiasaan bagi dirinya, dan selanjutnya supaya ditinggalkan. Hanya Firman Tuhan yang mampu menegur dan membimbing seseorang agar mampu meninggalkan dosa-dosanya, bukan karena kuasa atau kekuatan hukum penggembalaan dan siasat gereja itu.

Ada kemungkinan seseorang bersembunyi dan luput dari hukum penggembalaan dan siasat gereja, tetapi di hadapan Tuhan Allah, semuanya tampak dan tidak ada yang tersembunyi. Kita harus takut dan taat kepada Tuhan dalam semua kehidupan kita, dalam kehidupan keluarga, maupun dalam pergaulan di tengah masyarakat agar kita tidak binasa, karena kita tahu bahwa Tuhan tidak dapat dibohongi. 

2. Tahapan dalam menjalankan hukum penggembalaan dan siasat gereja

Tingkat penghukuman adalah bervariasi. Ada yang hanya berupa peringatan, ada yang dalam bentuk schorsing dan ada yang harus sampai kepada pemecatan (pengucilan) dari Jemaat.

Menurut Alkitab, ada 5 (lima) tahapan yang harus dipedomani gereja dalam menjalankan hukum penggembalaan dan siasat gereja, yaitu:

  1. Penerangan atau penjelasan kepada Jemaat 

Majelis Jemaat harus mengadakan penerangan atau penjelasan kepada warga Jemaat tentang arti dan makna hukum penggembalaan dan siasat gereja. Hal ini sangat perlu, agar kalau pada saatnya ada seseorang warga Jemaat yang harus menerima sanksi hukum penggembalaan dan siasat gereja, hal itu tidak dirasakan sebagai hukuman semata-mata, melainkan dirasakan sebagai tanggung jawab dari semua anggota Jemaat.

Setiap anggota Jemaat harus menyadari, bahwa hukum penggembalaan dan siasat gereja tersebut adalah suatu upaya gereja untuk menjaga, menggembalakan dan mempertahankan kemurnian Jemaat dan membina setiap warga Jemaat untuk hidup dan berperilaku sebagai orang Kristen, sesuai dengan Firman Tuhan (2 Timotius 3:5; Kolose 3:16-17).

Dengan demikian, anggota Jemaat harus dibekali untuk mengetahui dan memahami hukum penggembalaan dan siasat gereja melalui warta jemat dan bentuk lain, agar siap untuk menerima aturan tersebut yang mengarahkan mereka kepada pertobatan.

Semua warga Jemaat harus mengetahui dan memahami hukum Tuhan. Hal ini harus jelas diajarkan terutama bagi mereka yang sedang belajar sidi. Karena, adalah tidak baik menjatuhkan sanksi kepada seseorang yang dia sendiri tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa perbuatannya itu salah. 

Oleh karena itu, Jemaat harus diarahkan:

a.1. melakukan pekerjaan dan hidupnya secara benar                 (2 Tesalonika 3:12) dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah.

a.2. agar sikap dan perbuatannya menjadi kemuliaan Tuhan, berupa ucapan syukur, persembahan dan hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Dengan demikian, kekristenan akan diterima dan disenangi orang lain dan bersedia untuk turut memuliakan Tuhan (1 Korintus 10:31; Roma 14:18).

a.3. Semua anggota Majelis harus mengetahui dan memahami Aturan dan Peraturan Gereja, Konfessi dan Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja agar tidak salah dan keliru dalam melaksanakannya.

b. Hal-hal yang perlu dijaga dan dihindari

Kita harus menjaga dan menghindari pikiran dan niat yang dapat memisahkan kita dari Tuhan dan dari FirmanNya, demikian juga yang dapat memisahkan kita dari Jemaat Tuhan. Juga pikiran-pikiran yang dapat merusak kesatuan dan keutuhan Jemaat, seperti menolak keputusan rapat Majelis.

Kita juga harus mewaspadai kalau ada hal-hal yang terjadi di masyarakat umum yang bertentangan dengan Hukum Tuhan dan iman (dogma gereja), demikian juga kuasa duniawi yang menyelusup masuk ke dalam Jemaat, seperti: kekafiran modern yang dapat masuk melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), yang mengadakan sesajen, berkomunikasi dengan roh-roh orang mati, demikian juga usaha-usaha untuk meraih kekayaan, pangkat dan jabatan dengan cara yang bertentangan dengan Firman Tuhan.

Juga yang menjadikan Almanak Gereja sebagai parhalaan (berhala), abortus provocatus (pengguguran kandungan) dengan sengaja, kumpul kebo, korupsi, pindah gereja tanpa membawa surat pindah (attestasi), dan ragam upacara budaya yang bertentangan dengan Firman Tuhan (Efesus 5:11).

Jemaat juga harus menghimbau dan mengingatkan para orangtua, yang menyekolahkan anaknya ke sekolah yang berbeda iman dan kepercayaan dengan kita, supaya mereka juga tanggap dan mengawasi anak-anak tersebut agar jangan iman mereka disesatkan (murtad).

c. Hal-hal yang perlu diperingatkan

Dalam Matius 18:15-17, Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-muridNya, agar orang yang jatuh ke dalam dosa, harus terlebih dahulu diperingatkan dan diajari secara langsung, satu atau dua kali agar dia tidak meneruskan perbuatannya. Kepada mereka sebaiknya tidak langsung dikenakan sanksi, sebelum yang bersangkutan ditemui.

Kalau kita mengetahui bahwa yang bersangkutan belum terlanjur melaksanakan dosa, hendaknya dia dijumpai dan dinasihati, karena banyak orang yang mau mendengar nasihat sehingga tidak jadi berbuat dosa.

Hukuman tanpa didahului nasihat adalah tidak benar. Gereja melalui Majelis Jemaat harus lebih dahulu memberi nasihat, sebagaimana Tuhan Allah lebih dahulu memperingatkan dan menasihati manusia.

Apabila orang tersebut tidak mau mendengar nasihat tersebut, dia diusahakan untuk bertemu dengan Pendeta untuk dinasihati. Dan apabila masih belum ada perubahan, Pendeta sebaiknya mengajak dua orang kawannya untuk menasihatinya. 

Dan apabila yang bersangkutan tetap berkeras hati, Majelis sebaiknya berupaya untuk menghadirkannya di hadapan Rapat Majelis untuk memberitahukan dan menjelaskan sanksi yang akan diberlakukan kepadanya. Tetapi kalau pada saat itu, dia mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya, Majelis dapat memutuskan bahwa dia telah diampuni.

d. Kena hukum penggembalaan dan siasat gereja (masa ujian, pencobaan dan schrosing)

d.1. Memperingatkan orang yang bersalah sebanyak dua atau tiga kali dan memberitahukan kesalahannya.

d.2. Menghadirkan yang bersangkutan ke rapat Majelis yang dipimpin oleh pendeta dan wakilnya.

d.3. Membuat surat resmi dari gereja untuk yang bersangkutan mengenai keputusan Majelis terhadap masalahnya.

d.4. Mewartakannya dalam warta Jemaat.

Dalam rapat majelis harus dijagaagar sanksi yang dikenakan kepada seseorang tidak terlalu berat, supaya yang bersangkutan tidak putus asa. Dan juga jangan terlalu ringan, agar yang bersangkutan tidak menyepelekan sanksi tersebut. Apabila rapat majelis tidak dapat mengambil keputusan, hal itu harus dibawakan dalam rapat/ Synode Ressort. 

e. Mengucilkan (memecat) dari keanggotaan Jemaat

Mereka yang tidak mau mengakui dan menyesali perbuatannya yang salah harus dikucilkan (dipecat) dari Jemaat dalam waktu tertentu. Hal itu berarti bahwa yang bersangkutan tidak berhak lagi sebagai anggota Jemaat tersebut, dan tidak diperbolehkan ikut dalam menerima Perjamuan Kudus.

Apabila seorang ayah bersama isterinya sepakat dalam melaksanakan kesalahan, kedua-duanya akan menerima sanksi dari gereja dan mereka tidak lagi dianggap sebagai anggota Jemaat. Anak-anaknya tidak berhak menerima  Baptisan Kudus dan tidak berhak memperoleh surat keterangan apa pun dari gereja.

Juga mereka tidak mempunyai hak suara dalam perkumpulan/ persekutuan orang Kristen. Sebaliknya, yang bersangkutan juga tidak mempunyai kewajiban terhadap gereja. Pendeta juga harus menyampaikan kepadanya bahwa dosanya tidak akan diampuni kalau dia sendiri tidak bertobat.

Pengucilan harus diumumkan di tengah Jemaat melalui warta Jemaat. Hal ini berlaku untuk semua, baik yang bersangkutan, anggota majelis atau warga Jemaat, dengan tujuan memperingatkan semua warga Jemaat supaya kejadian yang serupa tidak terjadi lagi.

Selanjutnya, hukuman denda tidak diperbolehkan, karena dosa tidak dapat ditebus dengan uang atau materi. Lonceng gereja tidak perlu dibunyikan pada saat pengucilan.

Demikian juga dengan orang-orang yang menyangkal imannya, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, harus dikucilkan dari gereja, karena mereka tidak mau menerima teguran atau nasihat.

3. Pelaksana hukum penggembalaan dan siasat gereja

  1. Kalau yang bersalah itu adalah anggota Jemaat, maka yang melaksanakan hukum penggembalaan dan siasat gereja itu adalah Rapat Majelis yang disetujui oleh Pendeta.

  2. Kalau yang bersalah itu adalah dari antara anggota Majelis Jemaat, maka pelaksana hukum penggembalaan dan siasat gereja adalah Rapat Pelayan Jemaat (donganna satohonan):

b.1. Kepada Penatua: Rapat para Penetua di Jemaat setempat yang dipimpin oleh Pendeta untuk membicarakan dan mempertimbangkannya dan mengambil keputusan.

b.2. Terhadap Diakones: Rapat Diakones se-Distrik yang dipimpin oleh Praeses untuk membicarakan dan mempertimbangkannya dan mengambil keputusan.

b.3. Terhadap Guru Jemaat: Rapat Guru Jemaat se-Distrik yang dipimpin oleh Praeses untuk membicarakan dan mempertimbangkannya dan mengambil keputusan.

b.4. Terhadap Bibelvrow: Rapat Bibelvrow se-Distrik yang dipimpin oleh Praeses untuk membicarakan dan mempertimbangkannya dan mengambil keputusan.

b.5. Terhadap Evangelis: Rapat Evangelis se-Distrik yang dipimpin oleh Praeses untuk membicarakan dan mempertimbangkannya dan mengambil keputusan.

b.6. Terhadap Pendeta:

b.6.1. Kesalahan administrasi: diputuskan oleh Pucuk Pimpinan

b.6.2. Kesalahan menyangkut tahbisan (tohonan). Hal ini harus dibawakan dalam Rapat Pendeta se-Distrik yang dipimpin oleh Praeses dan dihadiri oleh Ketua Rapat Pendeta HKBP.

b.6.3. Kesalahan menyangkut Konfessi: harus melalui Rapat Pendeta Umum HKBP (Hatopan) untuk membicarakannya dan mengambil keputusan. 

III. PERILAKU YANG MENYIMPANG DARI FIRMAN TUHAN 

Dengan pengenalan dan pemahaman akan Firman Tuhan dan hukum penggembalaan dan siasat gereja, demikian juga dengan Konfessi HKBP, kita semakin jelas melihat dan mengenal sikap yg dihasilkan oleh dosa (bd. Keluaran 20; Ulangan5; Matius 5-7).

1. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat I dan II (ketaatan kepada Allah)

a. Yaitu melakukan hal-hal yang berhubungan dengan animisme, seperti mengadakan sesajen ke ladang atau sawah, horoscope, mempercayai ahli nujum mengenai surat tangan, menyimpan dan mempercayai barang-barang pusaka yang dianggap keramat dan suci, mempercayai arwah nenek moyang atau orang tua yang sudah meninggal sebagai sumber berkat, berpegang kepada pesan atau amanat yang sudah meninggal padahal bertentangan dengan Firman Tuhan, mengadakan upacara kekafiran pada saat orangtua meninggal, mengadakan upacara mengutuki orang yang tidak berketurunan atau yang tidak sempat kawin, dan upacara lainnya yang bertentangan dengan Iman Kristiani.

b. Menyembah dan menyuapi tulang-belulang orang mati pada saat memindahkannya, mempercayai dukun dan melaksanakan upacara kekafiran untuk penyembuhan, menyembah berhala, mengadakan upacara kekafiran untuk menangkal berbagai bencana, mempercayai dan mempergunakan benda dan mantra untuk ketahanan tubuh dan lain-lain yang berhubungan dengan animisme. Juga dalam hal ini, termasuk seseorang yang ikut dalam Partai telarang atau aliran yang menyangkal adanya Tuhan Allah.

c. Menyembah kepada ilah lain, selain daripada Tuhan Allah.

d. Materialisme seperti mamonisme, konsumerisme, kapitalisme, demikian juga ilmu pengetahuan yang didasarkan atas iman kepada agama kekafiran. Juga termasuk dalam hal ini rasialisme, sekularisme, fanatisme yang bertentangan dengan Firman Allah. 

2. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat III (menyebut nama Allah dengan sembarangan), seperti mengutuki atau bersaksi palsu atau bersumpah atau menyebut nama Allah dengan sia-sia. Juga menyangkal iman agamanya di hadapan orang yang beragama lain. Juga harus diingat, bahwa setiap orang Kristen harus jelas berdoa dalam nama Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja. 

3. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat IV (menguduskan Hari Minggu), seperti yang sangat jarang mengikuti persekutuan atau ibadah. Demikian juga yang bekerja di hari Minggu, sehingga tidak dapat mengikuti ibadah. Di sini juga termasuk orang-orang yang menerima ajaran yang bertentangan dengan dogma HKBP, atau menerima seseorang bekhotbah di rumahnya (kecuali karena acara adat), melaksanakan acara adat pada hari Minggu.

Juga Majelis yang melaksanakan keputusan tanpa sepengetahuan Pendeta Resort atau wakilnya, yang mengadakan Rapat Majelis atau Jemaat yang bertentangan dengan Aturan dan Peraturan HKBP. Demikian juga yang membuat kerusuhan dalam kebaktian Minggu, dan orang-orang yang bukan Pendeta yang melayani Sakramen dan yang memberi kesempatan kepada bidat berkhotbah dalam acara kebaktian resmi di gereja.

Juga mereka yang telah lama tidak bersedia memberikan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Jemaat dan yang tidak mau membawa anaknya menerima Baptisan Kudus, yang menerima baptisan ulang, yang tidak menyuruh anaknya belajar sidi, demikian juga dengan yang memfitnah atau mengejek warga Jemaat yang mengikuti ibadah. Juga hal ini termasuk para pelayan Jemaat yang salah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.

4. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat V (menghormati orangtua)

Yaitu setiap orang yang tidak menghormati orangtuanya:

a. Yaitu yang memfitnah orangtuanya, yang bertindak kasar kepada orangtua, yang tidak patuh, dan yang berperkara dengan orangtua dan membawanya ke orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Demikian juga dengan perselisihan dalam satu Jemaat, atau perceraian dan yang melecehkan orangtuanya.

b. Yang mengutuki orangtuanya, yang menyiksa orangtuanya dan atau mengusir orangtuanya sendiri. Dalam hal ini juga termasuk orang-orang yang tidak bersedia mengurus orangtuanya yang sudah uzur atau perbuatan yang merampas harta milik orangtuanya.

5. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat VI (pembunuhan) 

a. Yaitu perbuatan yang melecehkan sesama, menjelek-jelekan atau memfitnah, pemabuk, alkoholik, dan yang menyiksa binatang peliharaan atau binatang lain.

b. Menyiksa sesama, menyakiti dengan berbagai macam cara, mengguna-gunai seseorang atau mengajak seseorang untuk berbuat dan melaksanakan hal tersebut dan orang yang meracuni sesamanya.

c. Bunuh diri, abortus provocatus (pengguguran kandungan) 

6. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat VII (perzinahan)

a. Melakukan perzinahan dengan orang lain.

b. Yang berpakaian tidak pantas, berbicara kotor dan senang menonton film porno.

c. Melaksanakan kekerasan dalam hal perkawinan, kawin paksa, perkosaan, penculikan, bergaul atau menjadi agen wanita tuna susila, kawin di luar nikah yang resmi, poligamy (beristri lebih dari satu orang dalam waktu yang sama), poliandry (bersuami lebih dari satu orang dalam waktu yang sama), yang meninggalkan suaminya, yang menceraikan istrinya, termasuk orang yang turut membantu perceraian atau perbuatan tercela tersebut di atas, homosex, lesbian dan segala perbuatan yang memalukan (Roma 1:24-27).

7. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat VIII (pencurian) 

a. Yaitu orang-orang yang melaksanakan penggelapan, penipuan, pencopet, perampok, yang membungakan uang dengan riba yang tinggi, yang melakukan ijon, tengkulak, menjual barang orang lain tanpa sepengetahuan dan atau persetujuan pemilik, pencuri dan terpidana korupsi.

b. Penadah, menggelapkan uang orang lain, persekongkolan dengan pencuri, penipu, penodong dan yang melakukan pencurian dengan kekerasan (membongkar).

c. Penculikan dan penyanderaan dan atau dengan tuntutan uang tebusan atau pun tidak. 

8. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat IX (saksi dusta)

Yaitu orang-orang yang bersaksi dusta (palsu), memutarbalikkan kebenaran, membuat surat kaleng dan yang menjelek-jelekkan orang lain.

9. Yang berhubungan dengan Hukum Taurat X 

a. Menghasut orang lain.

b. Merencanakan untuk menguasai atau memiliki harta kekayaan orang lain, terlebih lagi dengan harta atau barang kaum lemah, yang miskin, janda. Juga perbuatan yang menghasut istri orang lain. Memberi modal dan menyediakan tempat perjudian, memalsukan batas tanah dan yang sejenis dengan hal tersebut.

Semua sikap dan perbuatan yang menjadi batu sandungan di Jemaat, harus dibawa ke Rapat Majelis Jemaat untuk dibicarakan dan dipertimbangkan sesuai dengan perbuatannya. Karena sesuatu peristiwa dapat terjadi karena kelalaian tetapi ada juga karena dengan kesadaran melakukannya.

Dalam mengambil keputusan diusahakan agar dengan mufakat. Majelis harus satu tekad untuk melawan kejahatan. Gereja Tuhan akan ternoda, kalau Majelis menyepelekan hal-hal yang dapat menjadi batu sandungan dalam Jemaat.      

IV. BEBERAPA BENTUK COBAAN YANG SERING MENGAKIBATKAN PERGUMULAN DAN MENGGONCANG KEHIDUPAN KRISTIANI 

1. Perkawinan 

Setelah Allah menciptakan manusia berfirmanlah Allah: Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia (Kejadian 2:18).

Tuhan Yesus juga berfirman: Setiap orang yang menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah: dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah (Matius 5:32). Karena itu yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.

Sesuai dengan dasar Alkitabiah tersebut di atas dan dalam menjaga kekudusan rumah tangga Kristen dan dalam rangka pertanggungan-jawab dalam hal rumah-tangga Kristen, maka gereja HKBP mengatur hal-hal sebagai berikut:

a. Untuk dapat melaksanakan perkawinan, seorang laki-laki harus sudah berumur sedikitnya 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan paling sedikit 16 (enam belas) tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pemerintah Republik Indonesia dalam Undang-Undang Perkawinan.

Apabila ada hal-hal yang tidak memenuhi persyaratan (yang menyangkut umur, waktu pemberkatan, persetujuan orangtua, dll), hanya Praeses yang dapat memberikan dispensasi.

b. Sebelum pemberkatan nikah, Jemaat harus mengadakan pelayanan penggembalaan kepada kedua calon mempelai, untuk memberi penjelasan tentang arti, makna dan tanggung jawab orang Kristen dalam kehidupan berumahtangga.

c. Jemaat tidak membenarkan/menyetujui perkawinan antara:

c.1. Seorang laki-laki dengan ibu tirinya.

c.2. Seorang laki-laki, dengan saudaranya perempuan, atau dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya (anak bibi), atau saudara sepupu dari ibu yang kakak-adik.

c.3. Dua orang laki-laki yang abang-adik kawin dengan dua orang perempuan yang kakak-adik juga (dua pungga saparihotan).

d. Setiap rencana perkawinan warga Jemaat, harus didahului oleh partumpolon (Ikat Janji) di hadapan Jemaat, yang dilaksanakan di gereja atau di kantor gereja, yang dihadiri atau disaksikan oleh Majelis bersama dengan keluarga dari calon mempelai kedua belah pihak.

Ikat Janji dan perencanaan ini, kemudian harus diwartakan di Jemaat sebanyak 2 kali hari Minggu berturut-turut, barulah mereka dapat menerima pelayanan pemberkatan nikah.

Apabila ada hal-hal yang sangat mendesak, warta Jemaat dapat dilaksanakan hanya satu kali saja, atas dispensasi atau persetujuan Pendeta Ressort. Juga dalam hal yang sangat memaksa, pemberkatan nikah pada hari Minggu hanya dapat dilaksanakan setelah diteliti dan dipertimbangkan dan disetujui oleh Pendeta Ressort.

e. Pemberkatan Nikah di gereja dilayani oleh Pendeta. Tetapi kalau pemberkatan nikah itu dilaksanakan di rumah yang bersangkutan, Pendeta mendelegasikan pelaksanaan pemberkatan tersebut kepada Guru Jemaat atau kepada Penatua di Jemaat tersebut.

Mengenai Pencatatan Sipil, hal itu adalah urusan Pemerintah. Tetapi Jemaat melalui Majelis sebaiknya mengingatkan dan menghimbau agar mempelai mencatatkan perkawinan mereka di Kantor Catatan Sipil. Pemberkatan nikah baru dapat dilayani 4 (empat) hari setelah warta Jemaat yang kedua kali. Tetapi dalam hal yang sangat mendesak, Praeses dapat memberikan dispensasi.

f. Pemberkatan nikah bagi anggota Jemaat yang kawin lari dapat dilaksanakan apabila:

f.1. Ada surat keterangan dari Pendeta Ressort Jemaat asal dari calon mempelai tersebut, yang menerangkan bahwa calon mempelai tersebut tidak ada masalah yang dapat menghalangi rencana perkawinan tersebut, baik dari sudut gereja maupun dari sudut adat.

f.2. Ada surat persetujuan orangtua atau wali dari kedua mempelai (pihak laki-laki dan pihak perempuan).

f.3. Apabila ada pihak mempelai yang tidak setuju, padahal umur kedua calon mempelai ini, atau umur dari yang bersangkutan sudah 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, dan telah diteliti oleh Pendeta, pemberkatan nikah dapat dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974.  

g. Seorang laki-laki yang telah menceraikan istrinya, tidak diperkenankan untuk kawin sebelum bekas istrinya itu kawin dengan laki-laki lain. Kalau bekas istrinya tersebut sudah kawin dengan orang lain, si suami yang ditinggal istri itu dapat dilayani dalam pemberkatan nikah. Pemberkatan nikah dapat juga dilaksanakan bagi seorang laki-laki yang telah menceraikan istrinya, jika timbulnya perceraian dahulu adalah di luar kesalahannya sendiri, atau jika pelaksanaan penghukuman gereja kepadanya telah berakhir. Demikian juga sebaliknya kepada perempuan yang telah cerai dari suaminya. 

h. Orang yang beristri dua harus dikucilkan dari gereja. Bila istri kedua tersebut suatu saat diceraikan dan telah kawin dengan laki-laki lain, si suami itu dapat diterima kembali setelah lebih dahulu melewati masa penggembalaan dan kemudian diterima sebagai warga Jemaat penuh sesuai dengan liturgi yang ada. Tetapi istri pertama bersama dengan anak-anaknya, tetap sebagai warga Jemaat penuh, kecuali si istri pertama tersebut menyetujui atau mengizinkan suaminya itu beristri dua.

i. Seseorang yang telah dikenakan hukum penggembalaan dan siasat gereja, mereka dapat dilayani sebagai warga Jemaat yang penuh, setelah mereka melewati masa penggembalaan dan diterima menjadi anggota Jemaat sesuai dengan prosedur dan liturgi yang ada. 

Apabila ada hal-hal yang sangat mendesak (mendadak), seperti penyakit keras, sebaiknya dibicarakan dalam Rapat Majelis Gereja untuk mempertimbangkannya sejauh mana pelayanan gereja dapat dilaksanakan. 

j. Gereja tidak diperkenankan menyetujui perkawinan seorang duda sebelum lewat 6 (enam) bulan dihitung dari saat istrinya meninggal dunia. Dan untuk seorang janda, baru diperkenankan kawin secara gerejani setelah melewati masa tenggang waktu selama 1 (satu) tahun, dihitung saat suaminya meninggal dunia. 

Tetapi kepada seorang duda atau janda yang mempunyai anak kecil yang harus diurus, yang berumur di bawah 2 (dua) tahun, dapat diberi dispensasi, yaitu setelah minimal setelah 3 (tiga) bulan. Dispensasi ini hanya dapat diberikan oleh Praeses. 

k. Kumpul kebo atau samen leven atau kawin kontrak adalah hal yang harus ditindak atau dihukum.

l. Orang yang kawin di luar sepengetahuan atau persetujuan gereja dan hanya kawin di Catatan Sipil, karena kawin dengan orang yang berbeda agama atau kepercayaan, harus dikenakan hukum penggembalaan dan siasat gereja dan dikucilkan dari Jemaat (lih. 1 Korintus 7:12-13,39). Tetapi mereka ini dapat diterima kembali ke dalam Jemaat setelah disetujui oleh Rapat Majelis Jemaat dan melalui masa penggembalaan dan diterima kembali secara resmi sesuai dengan prosedur yang berlaku. 

m. Seseorang yang kawin di luar gereja, atau yang hanya kawin adat, harus dikucilkan dari Jemaat.

n. Seorang anak angkat dalam satu keluarga dapat menerima pelayanan Baptisan, setelah ada Surat Pengakuan Anak dari Kantor Pengadilan Negeri.

o. Seseorang yang menyetujui perceraian dari dan atas isterinya harus dikucilkan dari Jemaat, walau pun perceraian itu telah diputuskan oleh Pengadilan, kecuali oleh karena kematian atau perzinahan.

p. Pelayanan Baptisan dapat diberikan kepada anak dari istri kedua seorang ayah, pada saat anak tersebut Naik Sidi.

q. Pelayanan pemberkatan nikah dapat dilaksanakan kepada seorang laki-laki atau perempuan Kristen yang kawin dengan seorang perempuan atau laki-laki yang datang dari agama lain, kalau laki-laki atau perempuan yang dari luar Jemaat tersebut bersedia menerima Baptisan Kudus. Selanjutnya, dia harus menandatangani Surat Perjanjian bahwa dia bersedia untuk melanjutkan pelajarannya memperdalam Firman Tuhan, walaupun pelayanan perkawinannya telah dilaksanakan.

r. Pelaku homosex, lesbian harus diperingati, dibimbing dan dikenakan hukum penggembalaan dan siasat gereja.

s. Warga Jemaat harus diarahkan dan diberi penjelasan agar mengakui kesamaan hak antara anak laki-laki dan perempuan dalam hal warisan orangtuanya (Galatia 3:28).

t. Apabila seorang ayah meninggal dunia, meninggalkan seorang istri dan anak-anaknya yang masih kecil, sebaiknya harta warisannya jangan dibagi, namun si ibu dapat memberikan hibah kepada anak-anaknya yang sudah dewasa.

u. Kalau seorang suami meninggal dunia, meninggalkan istri tanpa anak, si istri berhak memiliki dan menggunakan harta warisannya suaminya, selama dia tidak kawin dengan orang lain (hak mewarisi bersyarat).

v. Bayi tabung hasil dari suami-istri yang sah, dapat menerima Baptisan Kudus. Tetapi jika si anak tersebut adalah bayi tabung di luar dari perkawinan yang sah, dia dapat menerima Baptisan Kudus setelah dia dewasa, yaitu pada saat dia naik sidi.

Keluarga atau seseorang yang menerima dan menyetujui dirinya atau istrinya menjadi ibu untuk mengandung bayi tabung yang bukan hasil perkawinan yang sah, harus dikucilkan dari Jemaat.

w. Hukum penggembalaan dan siasat gereja ini berlaku untuk perseorangan dan bukan untuk satu-satu keluarga, sepanjang mereka tidak ikut dalam melaksanakan pelanggaran. Apabila suami atau istri (tidak ikut melakukan kesalahan itu) berkelakuan baik, anaknya dapat dibaptiskan, naiksidi atau memperoleh pemberkatan nikah.

2. Kelahiran Anak dan Pembaptisan 

a. Majelis Jemaat harus menggembalakan warga Jemaat agar tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan iman Kristen pada saat seorang anak lahir, seperti meramal nasib, membaca suratan tangan, dan berbagai macam kepercayaan animisme, demikian juga agar dalam rumah tempat anak lahir tersebut, tidak ada perjudian atau sejenisnya.

b. Setiap anak harus dibawa oleh orangtuanya kepada Allah melalui Baptisan Kudus secepatnya. Pesta adat  jangan menjadi tekanan utama dalam Baptisan.

c. Satu keluarga (ayah dan ibu) harus dikucilkan dari Jemaat kalau saat kelahiran anak pertamanya lebih cepat dari yang biasa, dihitung dari saat pemberkatan nikah mereka, sebagai berikut:

c.1. Anak laki-laki: sedikitnya 9 (sembilan) bulan. Kurang dari 9 bulan, orangtuanya harus dikucilkan dari Jemaat. 

c.2. Anak perempuan: sedikitnya 8 (delapan) bulan. Kurang dari 8 bulan, kedua orangtuanya harus dikucilkan dari Jemaat. 

Hal ini tidak berlaku, kalau ada surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa anak yang baru lahir tersebut adalah prematur.

3. Pelajar sidi (manghatindanghon haporseaon)   

Jemaat melalui Majelis Jemaat harus benar-benar mempersiapkan dan melaksanakan pengajaran kepada anak-anak yang belajar sidi, yang berisikan pengetahuan, pemahaman dan penghayatan mereka terhadap Firman Tuhan sebagaimana tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Demikian juga Pelajar Sidi harus mengetahui dan memahami Katekhismus, Konfessi, Aturan dan Peraturan HKBP dan Hukum Penggembalaan dan Siasat Gereja, agar mereka bertumbuh dan semakin dewasa, baik dalam hal berpikir khususnya dalam iman.

Buku Pedoman dasar untuk mengajar Pelajar Sidi adalah Buku Penuntun yang sudah ada diterbitkan oleh HKBP.  

4. Pada saat kematian (orang meninggal)

Pada saat ada dari antara anggota Jemaat yang meninggal, Majelis Jemaat harus berusaha melayani keluarga yang ditinggal. Demikian juga dengan para pelayat, agar mereka tetap teguh dalam pengharapan (beriman) kepada kebangkitan orang mati oleh karena kemenangan dan kebangkitan Tuhan Yesus. Dengan demikian kita menjaga dan memagari Jemaat agar tidak terpengaruh atau tidak terjebak kepada hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan.

Karena itu, Majelis harus mengingatkan warga Jemaat bahwa:

a. Setiap orang (manusia) akan meninggal.

b. Tujuan akhir hidup kita adalah di surga, yaitu hidup yang kekal.

c. Iman yang teguh, itulah dasar kita untuk berpengharapan akan tujuan akhir tersebut.

d. Kematian telah ditaklukkan oleh Tuhan Yesus melalui kebangkitanNya dari kematian.

Untuk itu, pada saat ada anggota Jemaat yang meninggal, perlu diingat dan diperhatikan.

A. Tidak diperkenankan atau tidak boleh:

1. Melaksanakan pembagian daging mentah (juhut tata) sewaktu jenazah belum dikuburkan.

2. Melaksanakan upacara mengutuki arwah orang yang meninggal yang tidak mempunyai keturunan atau kematian anak tunggal atau orang yang belum sempat berkeluarga/ menikah.

3. Menabur garam atau hal-hal lain ke dalam peti jenazah atau melangkahi jenazah atau upacara lain yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Kita harus meyakini bahwa Tuhan Yesus telah menaklukkan kematian dalam kebangkitanNya dari kematian. Karena itu, tidak ada lagi yang perlu ditakutkan yang dapat diperbuat oleh orang yang sudah meninggal (Pengkhotbah 9:5-6).

4. Majelis tidak diperkenankan mengadakan upacara penguburan secara gerejani kepada orang yang mati bunuh diri, kecuali karena yang bersangkutan mengidap penyakit jiwa (saraf) atau penyakit ayan. Tetapi keluarga yang ditinggal harus diberi penghiburan oleh Jemaat.

B. Yang dapat dilaksanakan:

1. Melaksanakan pembakaran mayat (kremasi) karena keadaan yang memaksa, umpamanya karena tanah pekuburan yang tidak ada, atau karena alasan lainnya yang dikemukakan oleh keluarga. Tetapi gereja tidak boleh lengah menjaga, agar tidak terjadi perilaku atau menyelusup di dalamnya acara yang bertentangan dengan Iman Kristen.

2. Seorang warga Jemaat yang meninggal, yang pada masa hidupnya mengabdi kepada gereja, rajin ke persekutuan gereja (kebaktian minggu dan lain-lain), rajin mengikuti Perjamuan Kudus dan aktif dalam kegiatan gerejawi, dapat diberangkatkan melalui kebaktian yang dilaksanakan di dalam gedung gereja, atas persetujuan Rapat Majelis Jemaat.

3. Apabila ada seseorang yang meninggal dunia, tetapi mayatnya tidak ditemukan, namun oleh keluarga sudah yakin bahwa dia telah meninggal sesuai dengan kejadiannya, dapat dilaksanakan acara gerejawi sesuai dengan tata ibadah HKBP. Dengan demikian diharapkan keluarga yang ditinggal dapat memperoleh penghiburan, dan tetap berpengharapan akan hidup yang kekal. 

C. Hal-hal yang perlu diperingatkan dan dijagai (ditiroi)

1. Warga Jemaat yang keluarganya meninggal dunia, perlu diingatkan dan dinasihati agar jangan mempercayai hal-hal yang bersifat animisme (yang bertentangan dengan Firman Tuhan), kuasa kegelapan; karena mereka telah dimenangkan oleh Tuhan Yesus melalui kebangkitanNya.

2. Demikian juga waktu warga Jemaat membersihkan kuburan atau pada saat ziarah, agar tetap memahami bahwa kematian orang percaya tidak dapat dipisahkan dari kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, yang telah menaklukkan kematian manusia.

Oleh sebab itu, pada saat ziarah diharapkan tidak lagi:

2.1. Berbicara kepada roh orang yang sudah meninggal.

2.2. Cuci muka ke atas kuburan tersebut dengan pemahaman agar keluarga yang ditinggal tidak ditimpa kematian lagi.

2.3. Membawa dan memberikan hidangan kebiasaan orang yang meninggal tersebut semasa hidupnya atau pun sesuatu pemberian atau sesajen. 

3. Juga Majelis harus memperingatkan warga Jemaatnya mengenai pengadaan simbol-simbol pada saat orang yang sudah ujur meninggal dunia. Simbol-simbol yang ada haruslah hanya menggambarkan budaya saja. 

Di sisi lain, symbol yang ada itu haruslah menyaksikan bahwa sumber berkat yang diterima oleh orang tua tersebut pada masa hidupnya, maupun untuk keturunannya dating dari Tuhan Allah (Ulangan 28:5-6). 

4. Majelis Jemaat harus berusaha memberi penjelasan kepada warga Jemaat mengenai hal-hal negatif dari pembangunan tugu, karena hal itu tidak/kurang mendukung kepada:

4.1. Pertumbuhan iman atau kepercayaan.

4.2. Kehidupan dan peningkatan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat.

4.3. Kehidupan kemasyarakatan, karena sering mengarah kepada kesombongan. Majelis harus menghimbau dan mengarahkan warga Jemaat untuk membangun tugu kehidupan, seperti membangun sekolah, gedung gereja (peribadatan), koperasi, serikat tolong menolong, bea siswa dan yang sama dengan itu.

Tetapi kalau pembangunan tugu itu harus dilaksanakan dalam rangka membangun kesatuan dan persatuan keluarga (satu keturunan), adalah lebih baik kalau kesatuan itu didasarkan dan bertumbuh dalam Kristus.

Kesatuan dalam Kristus harus nampak dalam kelompok keluarga, marga, suku dan bangsa, sebagaimana tubuh Kristus yang nyata di dunia ini melalui gerejaNya. Kalau pun keturunannya berbagi atas peninggalan dan harta warisan orang tua mereka, termasuk barang atau pakaian, harus dipahami bahwa hal itu tidak mampu memberi kepuasan akan hal-hal yang dirindukan dan dicita-citakan. Pengharapan akan hari Tuhan, itulah yang dapat menggenapi dan menyempurnakan segala kerinduan kita, di mana kita dapat bersama-sama menyambut datangnya hari Tuhan (1 Tesalonika 4 : 13 – 18).

5. Penggalian tulang belulang

a. Gereja dapat menyetujui penggalian tulang belulang dari keluarga yang sudah lama meninggal dunia dengan alasan:

a.1. Karena kuburan lama telah rusak.

a.2. Karena tanah pekuburan yang harus dipindahkan karena pembangunan jalan, karena banjir, tanah longsor, pembangunan perumahan, pembangunan proyek industri atau dalam rangka menyatukan dalam satu kuburan yang baru dibangun.

a.3. Menyatukan kerangka keluarga yang meninggal di perantauan.

b. Kalau ada di antara warga Jemaat yang akan mengadakan upacara dalam rangka menyatukan tulang belulang keluarganya ke kuburan baru (tugu). Majelis Jemaat harus mengadakan penggembalaan dan mengawasi mereka agar jangan jatuh ke dalam pencobaan dan melaksanakan yang bertentangan dengan iman kepercayaan orang Kristen, seperti menari bersama tulang belulang tersebut, menyuapi atau menyembah tulang belulang tersebut, meratapi atau melapisi dengan ulos, atau menaruh ke atas tempayan atau bakul dengan pemahaman mereka menerima berkat. Demikian juga warga tidak perlu menggantikan tulang belulang tersebut dengan menanam batang pisang dalam kuburan lama, karena hal itu adalah unsur-unsur kekafiran (animisme).

c. Kalau ada di antara warga Jemaat yang akan mengadakan acara pemindahan tulang belulang, anggota Jemaat dari antara keluarga yang bersangkutan harus memberitahukannya secara resmi kepada Majelis gereja, agar Majelis menghadiri dan memimpin acara tersebut sejak penggalian sampai kepada memasukkannya ke dalam kuburan baru. Kalau kuburan yang baru jauh dari kuburan yang lama, dan harus bermalam, maka tulang belulang tersebut harus disimpan di gedung gereja, sebelum disimpan ke kuburan yang baru. 

Tetapi kalau pemindahan tersebut akan dilangsungkan dalam hari itu juga, tulang belulang itu, langsung disimpan dari kuburan lama ke kuburan yang baru. Dan di kuburan yang baru, tidak perlu dilaksanakan liturgi khusus (agenda). Selain itu, harus diingat bahwa tulang belulang tersebut jangan Diarak dengan tari-tarian atau pun dengan musik tardisional ataupun dengan musik modern.

6. Penyelenggaraan musik tradisional (gondang)

a. Warga Jemaat harus diarahkan agar mereka tetap meyakini kematian dan kebangkitan Kristus adalah dasar dari pengharapan, kemerdekaan, kelepasan dan kemenangan orang percaya terhadap segala pergumulan, penderitaan, nasib dan kematian.

b. Pelaksanaan pesta yang diiringi dengan musik tradisional (gondang) dapat mengakibatkan seseorang jatuh dari imannya, seperti kesurupan. Untuk itu Majelis Jemaat harus mengamati dan mengingatkan warga Jemaat agar jangan ada penyimpangan atau perilaku yang bertentangan dengan iman Kristen.

c. Jemaat harus diamati dan diingatkan agar jangan ada lagi yang menentukan tanggal pesta berdasarkan ramalan (horoscope). Demikian juga memberi sesajen, atau menyembah barang pusaka atau hal-hal yang merupakan  peninggalan kekafiran.

d. Majelis Jemaat dapat menyetujui diadakannya musik tradisionil (gondang) pada saat ada orang tua yang meninggal, asalkan Majelis tetap menjaga dan mengawasi pelaksanaannya agar tidak menyimpang dari iman Kristen. Untuk itu, Majelis sebaiknya mengadakan persyaratan tertulis dan petunjuk pelaksanaan gondang tersebut untuk dipedomani keluarga yang bersangkutan.

V. BEBERAPA HAL YANG HARUS DITENTANG DAN DIHINDARI AGAR HIDUP ORANG KRISTEN ITU TIDAK BERCACAT (TERCEMAR)

1. Judi

Judi adalah bentuk permainan yang dapat menyita waktu, materi dan dapat merusak kehidupan keluarga, pikiran, bahkan mengganggu pekerjaan. Karena itu setiap warga Jemaat harus diperingatkan untuk tidak terlibat dalam perjudian, juga dalam hal menyediakan tempat untuk perjudian.

Kalau seseorang itu tidak dapat lagi dinasehati, mereka harus dikenakan hukum penggembalaan dan siasat gereja. Judi mengakibatkan iman semakin menipis dan kerdil, karena judi itu mengandalkan nasib. Selain itu, judi selalu mengutamakan keuntungan, dan tidak perduli dengan kerugian orang lain. Itu berarti, bahwa dalam perjudian, egoisme semakin tebal dan keperdulian terhadap sesama semakin menipis. Sumber penghasilan atau keuntungan orang Kristen harus melalui hal-hal yang baik (Lukas 19:1-7), dan hidup dalam kepedulian terhadap sesama (1 Korintus 12:14-16).

2. Pembunuhan 

Seseorang yang terbukti membunuh dan sudah divonis oleh pengadilan, dan yang bersangkutan mengakuinya kepada Majelis gereja, dia harus dikucilkan dari gereja. Tetapi gereja harus mendoakannya dan menasehatinya, agar bertobat dan menyesali perbuatannya, dan agar dia tidak jatuh kepada keputusasaan.

Orang tersebut dapat diterima kembali menjadi anggota Jemaat penuh, kalau dia sudah menyesali perbuatannya dan bertobat, walaupun yang bersangkutan masih dalam penjara. Pertimbangan untuk hal tersebut dipercayakan kepada Majelis Jemaat.

3. Pemabuk dan Morphinis (ganja)

Gereja harus menegor dan memberlakukan hukum pengembalaan dan siasat gereja terhadap pemabuk, morphinis dan yang sejenis dengan itu.

Banyak marabahaya bagi alkoholik (1 Timotius 3:3) dan morphinis (ganja). Mereka akan kencanduan, tidak mengindahkan kebersihan, hidupnya kacau, dan tidak ada kemauan bekerja, karena memang hidupnya telah rusak. Dia tidak lagi mempunyai pandangan yang jauh ke depan, melainkan dia terlena dengan keinginannya sendiri. Dia menjadi beban bagi orang lain, dan tidak ada kebenaran dalam dirinya (Amsal 31:4-6). Karena itu, orangtua dan keluarganya harus diingatkan untuk menasehati dan mengobatinya.

VI. PENUTUP

Penggembalaan harus tetap dilaksanakan di Jemaat sebagaimana penggembalaan kepada setiap orang yang taat kepada Tuhan. Penggembalaan dan hukum siasat gereja harus dilaksanakan kepada warga yang tidak taat kepada Tuhan, dengan tujuan agar jangan ada yang hilang dan sesat tanpa ada peringatan dan nasehat, supaya Jemaat itu benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya sebagai gembala terhadap kawanan domba Allah.

Untuk itulah di dalam Jemaat, diangkat para Majelis untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab pengembalaan dan bukan hanya untuk menghukum. Tuhan berfirman: “Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu Firman daripadaKu, peringatkanlah mereka atas NamaKu. Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati, dan engkau tidak memperingatkan dia, atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup; orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan-jawab atas nyawanya dari padamu. Tetap jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu, dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu” (Yehezkiel 3:17-19).

Kita juga harus merenungkan sabda Tuhan Yesus yang telah menyerahkan kunci kerajaan sorga kepada gerejaNya, supaya gereja menghukum dan mengucilkan orang-orang yang tidak mau bertobat. Karena demikianlah firman Tuhan: “Kepadamu akan kuberikan kunci kerajaan sorga. Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Matius 16:19).

Tuhan Yesus juga berfirman: “Terimalah Roh Kudus! Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yohanes 20:22b-23).